Seperti banyak dikatakan banyak kalayak bahwa anak adalah sumber rezeki, sumber inspirasi, sumber kebahagiaan atau apalah. Tapi yang jelas anak bagiku adalah penyelamat dan penyambung kebahagiaan keluarga tanpa ada yang menggantikannya. Anakku adalah sumber inspirasiku, sehingga kami lebih semangat dalam mengisi dan melanjutkan jalan hidup di dunia ini sampai Allah Yang Maha Kuasa memutuskan untuk berhenti sampai disini.
Karir yang aku jalani sejak saya memutuskan untuk tinggal dan menetap dikota metropolitan ini tidaklah mudah. Berbagai tekanan, maki-maki, cemooh maupun beban hidup yang paling berat aku alami di kota Jakarta ini. Tekad dan mental yang sangat tinggi ini aku pegang teguh dan aku inget-inget terus terutama disaat saya mengalami tekanan-tekanan yang sangat berat bahkan hampir jadi sampai ingin menyerah.
Di Jakarta tanggal 22 April 1992 saya inget betul, begitu sangat bahagianya saat saya diberikan kesempatan dari famili salah satu tetangga di kampung untuk (dalam bahasa jawa "ngenger") atau kurang lebih mengabdi kepada familinya tersebut. Kenapa saya senang waktu itu, karena tidak sembarang orang dapat diijinkan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dipertimbangkan. Sempat saya mempunyai angan-angan yang sangat muluk-muluk bilamana nanti hidup dan berkarier di Jakarta ini.
Tapi ternyata.......
Angan-angan dan kebanggaan yang dari rumah saat dilepas orang tua, dalam perjalanan sampai sebelum nyampai di tempat tersebut ternyata jauuuuhhh dari apa yang aku pikirkan.
Hari pertama saat diperkenalkan oleh anggota keluarga tersebut saya sudah kaget, terutama kecuekan dan (maaf kalau orang jawa menganggap derajat rendah). Sehingga ada batasan-batasan maksimal yang tidak boleh aku kerjakan. Seperti makan dan minum harus dibelakang, tidur dipisahkan jauh dari keluarga atau tepatnya diantara lorong kosong kamar mandi dan ruangan yang dulunya tidak dipakai dan disulap menjadi kamar saya. Pintu seadanya dan Masya Allah nyamuknya luar biasa banyaknya. Sehingga pagi-pagi seluruh badan banyak bintik-bintik merah bekas gigitan nyamuk.
Singkat cerita segala hal cobaan, makian, cemoohan terus berjatuhan ke dalam perjalanan hidup saya. Seluruh pekerjaan yang aku selesaikan seakan-akan tidak ada yang benar. Hampir saya menyerah dan kembali lagi ke kampung halaman, karena apa yang aku angan-angankan dari kampung sebelumnya 100% tidak terealisasi. Tapi anehnya seluruh permintaan dan permohonan saya untuk kembali tidak disetujui, dengan janji akan segera dicarikan pekerjaan yang layak.
Dengan pertimbangan keluarga dirumah dan tekad ingin berubah, akhirnya saya mempunyai keinginan yang kuat "HARUS BERHASIL DAN SUKSES". Semenjak saat itu saya tidak terpikirkan lagi untuk pulang kampung. Apapun kendala, tekanan maupun beban berat yang aku dapatkan saya selesaikan dengan semaksimal saya.
Perubahan yang terjadi atas sikap saya ini ternyata secara tidak diketahui diperhatikan oleh keluarga tersebut. Sehingga saya mulai diberikan kepercayaan untuk bergabung dikantor dan untuk update skill, saya dikursuskan Akuntansi dan ikut ujian Nasional. Dan Alhamdulillah saya dapat lulus dengan baik. Saat itu penyaringan ujian nasional kursus akuntansi sangat ketat, karena dari beberapa staff yang pernah ikut kebanyakan tidak lulus ujian nasional. Dari sinilah kepercayaan mulai tumbuh, dan saya dianggap mampu. Maka sambil mengerjakan tugas rutin, baik rumah tangga maupun kantor, saya diberi kepercayaan lagi untuk kursus Aplikasi Komputer (tahun 1993 kursus ini sangat banyak diminati), kursus setir mobil sampai terakhir saya diberikan fasilitas biaya kuliah Diploma 3 yang dibiayai dari kantor.
Dengan adanya kuliah ini walaupun di sebuah sekolah tinggi yang mungkin tidak favorit, saya yakinkan harus berhasil. Sambil menyelesaikan perkuliahan ini, kepercayaan demi kepercayaan terus diberikan termasuk perubahan penghasilan yang aku dapatkan, sehingga semakin menambah semangat untuk terus maju.
Selesai saya menyelesaikan Diploma, saya sudah mulai memikirkan masa depan dan keluarga. Porsi mengabdi sedikit saya kurangi karena dengan keyakinan skill tersebut, walaupun saya tahu ini adalah hasil dari fasilitas dan kepercayaan yang diberikan kantor kepada saya. Saat itu saya mulai berani mencari pasangan, kebetulan dengan status kerja, saya sudah siap lahir batin untuk berkeluarga. Sebelumnya saat masih kuliah sebenarnya ada beberapa cewek yang minat dan kalau saya tanggapi kemungkinan akan berlanjut. Tapi karena tekat yang membara untuk berhasil, telah mengalahkan segalanya. Jangka 6 bulan setelah selesai kuliah, saya mulai serius dengan beberapa cewek walaupun akhirnya kandas ditengah jalan. Sehingga saat pusing memikirkan pasangan, ada seorang temen yang mengenalkan temen kakaknya ingin serius kenalan. Waktu itu antara iya dan tidak menerima tawaran temen tersebut. Tapi ternyata proses ketemu dan akhirnya banyak ngobrol banyak hal kecocokan dibandingkan beberapa cewek terdahulu yang putus nyambung. Sehingga karena pertimbangan umur (waktu itu istri 29 tahun saya 30 tahun), kami sepakat untuk menikah dan Alhamdulillah seluruh keluarga mendukung.
Dengan menikah, semangat baru terus tumbuh. Karena ternyata istri juga sama-sama mengalami kehidupan yang tidak menguntungkan sampai dengan saat menikah ini. Jangka 1 tahun pasca selesai kuliah dan nikah, akhirnya saya keluar dari kantor lama yang telah banyak memberikan pengalaman, ilmu, kepahitan hidup dan berbagai kesulitan dan tekanan. Di kantor yang baru alhamdulillah aturannya 100% berbeda dengan di kantor lama, sehingga memungkinkan saya dapat mengambil Sarjana Akuntansi dengan lancar tanpa banyak hambatan. Dari sini saya terus menabung sehingga terkumpul cukup untuk mengambil S2 di sebuah universitas swasta bonafide (menurut ukuranku) dan dapat selesai dengan nilai memuaskan. Sempet terpikirkan untuk mengambil Universitas Negeri seperti UI, UNPAD atau selevelnya. Tapi begitu dilihat beban biaya kuliah ternyata lebih mahal (karena klas karyawan/eksekutif), bahkan tingkat kedisiplinannyapun jauh bila dibandingkan universitas swasta bonafide. Mengingat faktor prioritas saya adalah kerja dan kuliah adalah sebagai pendukung, maka pemikiran untuk berkuliah di Universitas negeri terpaksa saya hapus dari angan-anganku. Bekal S2 Akuntansi ini memungkinkan saya dapat mengajar di beberapa kampus terutama malam hari, Sabtu dan Minggu. Karier di kantor juga alhamdulillah terus berkembang, sehingga terakhir saya dapat kepercayaan disamping menjadi Kepala Sub. Divisi juga menjadi Direktur di anak perusahaan.
Seiring karier dan penghasilan yang bagus maka saya bisa membeli rumah di sebuah perumahan bonafid di daerah perbatasan Bekasi-Jakarta Timur. Lokasi strategis karena terletak tidak jauh dari jalan tol. Dan Alhamdulillah Allah YMH memberikan kepercayaan kepada kami berdua seorang anak yang lucu, sehat (tanpa ambil pusing rezeki dan kepercayaan anak tersebut berasal dari mana).
Pengalaman pahit dan hidup susah selama ini tidak menyurutkan dan tidak cepat puas dalam pencapaian karier saya selama ini. Menabung dan penghematan pengeluaran tetap saya lanjutkan, sehingga saat cukup dana saya dapat melanjutkan kuliah lagi untuk mengambil gelar profesional akuntansi dan beregister negara. Saya sangat yakin, tambahan-tambahan ilmu yang saya dapatkan sampai dengan saat ini akan dapat bermanfaat baik untuk perusahaan maupun karier saya dibidang pendidikan.
Sebagai penutup atas kisah ini, saya bertekad kepada diri saya sendiri bahwa ternyata bekal ilmu, telaten dan ketekunan siapapun orangnya akan dapat meraih apa yang namanya kesuksesan. Maka saya punya tekad dan keyakinan pada anakku tercinta bahwa warisan yang akan saya sampaikan adalah ilmu bukan harta kekayaan.
Dengan adanya kuliah ini walaupun di sebuah sekolah tinggi yang mungkin tidak favorit, saya yakinkan harus berhasil. Sambil menyelesaikan perkuliahan ini, kepercayaan demi kepercayaan terus diberikan termasuk perubahan penghasilan yang aku dapatkan, sehingga semakin menambah semangat untuk terus maju.
Istriku Semata Wayang |
Dengan menikah, semangat baru terus tumbuh. Karena ternyata istri juga sama-sama mengalami kehidupan yang tidak menguntungkan sampai dengan saat menikah ini. Jangka 1 tahun pasca selesai kuliah dan nikah, akhirnya saya keluar dari kantor lama yang telah banyak memberikan pengalaman, ilmu, kepahitan hidup dan berbagai kesulitan dan tekanan. Di kantor yang baru alhamdulillah aturannya 100% berbeda dengan di kantor lama, sehingga memungkinkan saya dapat mengambil Sarjana Akuntansi dengan lancar tanpa banyak hambatan. Dari sini saya terus menabung sehingga terkumpul cukup untuk mengambil S2 di sebuah universitas swasta bonafide (menurut ukuranku) dan dapat selesai dengan nilai memuaskan. Sempet terpikirkan untuk mengambil Universitas Negeri seperti UI, UNPAD atau selevelnya. Tapi begitu dilihat beban biaya kuliah ternyata lebih mahal (karena klas karyawan/eksekutif), bahkan tingkat kedisiplinannyapun jauh bila dibandingkan universitas swasta bonafide. Mengingat faktor prioritas saya adalah kerja dan kuliah adalah sebagai pendukung, maka pemikiran untuk berkuliah di Universitas negeri terpaksa saya hapus dari angan-anganku. Bekal S2 Akuntansi ini memungkinkan saya dapat mengajar di beberapa kampus terutama malam hari, Sabtu dan Minggu. Karier di kantor juga alhamdulillah terus berkembang, sehingga terakhir saya dapat kepercayaan disamping menjadi Kepala Sub. Divisi juga menjadi Direktur di anak perusahaan.
Seiring karier dan penghasilan yang bagus maka saya bisa membeli rumah di sebuah perumahan bonafid di daerah perbatasan Bekasi-Jakarta Timur. Lokasi strategis karena terletak tidak jauh dari jalan tol. Dan Alhamdulillah Allah YMH memberikan kepercayaan kepada kami berdua seorang anak yang lucu, sehat (tanpa ambil pusing rezeki dan kepercayaan anak tersebut berasal dari mana).
Pengalaman pahit dan hidup susah selama ini tidak menyurutkan dan tidak cepat puas dalam pencapaian karier saya selama ini. Menabung dan penghematan pengeluaran tetap saya lanjutkan, sehingga saat cukup dana saya dapat melanjutkan kuliah lagi untuk mengambil gelar profesional akuntansi dan beregister negara. Saya sangat yakin, tambahan-tambahan ilmu yang saya dapatkan sampai dengan saat ini akan dapat bermanfaat baik untuk perusahaan maupun karier saya dibidang pendidikan.
Sebagai penutup atas kisah ini, saya bertekad kepada diri saya sendiri bahwa ternyata bekal ilmu, telaten dan ketekunan siapapun orangnya akan dapat meraih apa yang namanya kesuksesan. Maka saya punya tekad dan keyakinan pada anakku tercinta bahwa warisan yang akan saya sampaikan adalah ilmu bukan harta kekayaan.
No comments:
Post a Comment